Remaja Perempuan di Malang Beraksi Lawan Perkawinan Dini

Remaja perempuan di Kabupaten Malang, Jawa Timur melawan perkawinan dini. Bagaimana caranya?

Remaja perempuan di Kabupaten Malang melawan perkawinan dini. (Foto: Dok. Rumpun)

Perkawinan dini masih menjadi isu serius di Kabupaten Malang, Jawa Timur. Data menunjukkan bahwa pada tahun 2022, terdapat 1.499 anak di bawah umur yang menikah. Catatan terkait, Kabupaten Malang adalah daerah tertinggi secara nasional dalam pemberikan dispensasi perkawinan anak.

Pada 2022 tercatat dari 1.386 kasus anak yang dimohonkan, sebanyak 1.322 dikabulkan dan mendapat dispensasi nikah. Sedangkan angka permohonan pernikahan dini (dispensasi kawin) di Pengadilan Agama Kabupaten Malang, sejak Januari hingga September 2023 sudah tercatat 740 permohonan yang masuk. Mayoritas pemohon berada pada rentang usia di jenjang pendidikan SD dan SMP.

Menyikapi kondisi tersebut, Ruang Mitra Perempuan (RUMPUN) menginisiasi program Program Penguatan Kepemimpinan Perempuan Muda dalam Pencegahan Perkawinan Anak. Program ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan remaja perempuan dalam mencegah pernikahan dini di desa tempat mereka tinggal.

Program tersebut diapresiasi oleh Duta Besar Irlandia untuk Indonesia, Padraig Francis. Ia menyebut pemberdayaan perempuan merupakan hal yang sangat penting bagi negara manapun di dunia.

"Irlandia menjadi makmur hanya setelah perempuan mencapai persamaan hak dan mampu berperan besar dalam masyarakat," kata Padraig Francis, dalam keterangannya yang diterima media ini.

Remaja Perempuan Berperan Aktif

Melalui program yang berlangsung sejak Agustus 2023 tersebut, terbentuk organisasi remaja perempuan di desa program, yaitu Kelompok Puan Muda (KPM) di Desa Langlang, Kecamatan Singosari dan Desa Tawangargo, Kecamatan Karangploso. 

Untuk mengukur pencapaian perubahan dalam durasi program, RUMPUN mendesain salah satu indikator ketercapaian melalui pelaksanaan Jambore Membangun Kepemimpinan Perempuan Muda dalam Upaya Pencegahan Perkawinan Anak.  Yakni kemampuan artikulasi remaja perempuaan sasaran sebagai sarana membuka ruang dialog mereka dengan pengambil kebijakan di Pemerintah Kabupaten Malang

Dalam jambore tersebut, perwakilan KPM melakukan pemetaan partisipatif dan menyampaikan hasuilnya mengenai kondisi sosial penyintas perkawinan anak di desa mereka.

Hasilnya, ditemukan 26 kasus di Desa Langlang dan 17 kasus di Desa Tawangargo. Faktor pemicu kasus perkawinan anak di dua desa tersebut antara lain kehamilan di luar nikah, perjodohan orang tua, dan faktor ekonomi.

“Pemicu pernikahan anak di Desa Langlang sebagian besar terjadi karena mengalami kehamilan di luar nikah karena pergaulan berisiko dan melanggar norma sosial. Pemicu lainnya karena anggapan lumrah menikah di usia dini dari generasi sebelumnya,” ucap Fauziah Rohmah, 19 tahun, anggota KPM Putri Langlang.

Tak berbeda jauh, pemicu perkawinan anak di Desa Tawangargo adalah terjadinya kehamilan di luar nikah, perjodohan oleh orang tua, dan faktor ekonomi orang tua yang sudah tidak mampu menyekolahkan anak. Jadi, mereka memilih segera menikahkan anaknya. Selain itu, ada pula alasan karena terpantik mengikuti teman yang sudah menikah dini.

“Dari semua penyebab ini, yang paling banyak adalah telah terjadi kehamilan,” kata Chanza Artrisya Argianta, 18 tahun, perwakilan KPM Desa Tawangargo. 

Dukungan Kedubes Irlandia  

Merespons upaya tersebut, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Malang, drg. Arbani Mukti Wibowo, berharap program ini membawa manfaat yang besar, positif, dan berkelanjutan.

Program ini juga mendapat dukungan dari Kedutaan Besar Irlandia untuk Indonesia. Dubes Francis memuji RUMPUN atas upaya mereka yang berharga dan penting.

"Saya yakin program ini akan membuat anak-anak perempuan dan keluarga mereka di Malang mendapatkan kualitas kehidupan yang lebih baik," kata Padraig Francis.

Dubes Francis mengatakan, pemberdayaan perempuan adalah hal yang sangat penting bagi negara manapun di dunia. "Berdasarkan pengalaman kami di Irlandia, negara kami menjadi makmur hanya setelah perempuan mencapai persamaan hak dan mampu berperan besar dalam masyarakat," katanya.

"Perempuan tidak bisa mendapatkan kesetaraan penuh kecuali mereka mendapatkan kesetaraan ekonomi. Di Irlandia, pada dekade-dekade sebelumnya, perempuan adalah warga negara kelas dua, tidak diberi akses kepada pendidikan dan tidak diberi kendali penuh kepada kekayaan mereka. Hal itu membuat masyarakat kami tidak sehat dan menghambat ekonomi kami," imbuh Francis sembari menuturkan bahwa saat ini kondisi kesetaraan perempuan di Irlandia lebih baik. (*)

Dubes Irlandia untuk Indonesia, Padraig Francis memberi dukungan atas upaya melawan perkawinan dini, Selasa (27/2/2024) di Pendopo Agung, Kabupaten Malang. (Foto: Dok. Rumpun)